Aku
memejamkan mataku perlahan. Membiarkan kegelapan menjadi ruang dalam
imajinasiku. Ku bayangkan diriku berada di dalamnya. Menangis sembari
bersimpuh. Merasakan betapa gelap dan dinginnya ruang itu. Isak tangisku
menjadi-jadi. Ku serukan nama-Nya, berharap cahaya-Nya mampu menembus kegelapan
pikiran dan hatiku.
Dalam tangis,
pikiranku menerawang jauh. Menembus masa lalu yang menurutku jauh dari kata
sempurna. Terlihat jelas tubuhku yang dibalut pakaian tertutup dengan kerudung
tipis yang menutup kepalaku. Pakaian panjang itu bahkan menampakan lekuk
tubuhku. Jauh dari kesan syar’i.
Pergaulanku?
Tidak ada bedanya dengan orang-orang di zaman jahiliyah. Berboncengan dengan
yang muhrimku, berpegang tangan dengan laki-laki yang hanya berstatus sebagai
pacarku. Naudzubillaah.
Aku adalah
seorang wanita Islam yang saat ini tengah mencari hidayah Allah SWT. Hidayah
untuk mampu berhijrah ke jalan-Nya. Hidayah untuk mampu meninggalkan kesukaanku
demi mendapat ridha dan surga-Nya.
Aku adalah
wanita yang masih tergila-gila dengan tabbaruj. Aku adalah wanita yang lebih
mencintai kebudayaan Korea ketimbang Nabi Muhammad. Aku adalah wanita yang
mementingkan trend fashion hijab masa kini ketimbang syar’i. aku adalah wanita
yang menggilai cerita fiksi dalam novel ketimbang membaca Al-Qur’an. Sungguh,
aku adalah wanita yang tidak akan pernah mencium bau surga.
Mengingat hal
itu. Aku menangis. Entah apa yang menyelimuti hatiku sehingga enggan untuk
meraih hidayah-Nya. Pernah sewaktu-waktu aku mencoba berpakaian syar’i. aku
juga merasa nyaman memakainya. Teman-teman mensuportku dengan sepenuh hati.
Sayangnya, hal itu hanya bertahan sementara. Hanya sekitar 2-3 bulan aku
menutupi tubuhku dari kain tebal dan kakiku dengan kaus kaki. Digoda sedikit
oleh trend mode, aku lepas semuanya. Ralat. Tidak semuanya, aku kembali ke
bajuku yang dulu. Ketat dengan celana jeans tapi kepalaku masih ditutupi oleh
kerudung –tipis–.
“Aku masih
belum siap.” Itu ucapku setiap mereka bertanya mengapa aku melepas kerudung
syar’iku.
“Padahal kamu
cantik lho, Sar. Sayang kalau dipakai setengah-setengah.”
Aku
tersenyum. Aku tau, jalanku salah. Aku masih gila fashion. Gila make up. Gila
akan trend. Dan aku merasa bahwa niatku menutup aurat tidak sepenuhnya karena
Allah. Astaghfirullahalladzim.
Sampai ada
seorang ukhti yang menjadi inspirasiku. Ia menjadi teman diperjalananku mencari
hidayah Allah. Ia selalu memberikanku buku-buku bermanfaat tentang berhijab
atau hijrah menjadi wanita muslim sejati. Di setiap aku belajar, aku selalu
berpikir, siapkah aku untuk meninggalkan kebiasaanku? Siapkah aku meninggalkan
kecintaanku terhadap novel maupun drama Korea? Siapkah aku menjadi pribadi yang
bersungguh-sungguh dalam Islam?
“Sarah, Islam
dan hijab itu bukan pilihan. Bukan tentang siap atau tidak siap. Islam dan
hijab syar’i itu adalah dua komponen yang saling bermanfaat dalam kehidupan umat-Nya. Tanpa
Islam maka tidak akan ada wanita muslimah yang memakai kerudung sesuai syariat.
Dan ketika kamu memeluk Islam, konsekwensinya adalah kamu harus menaati
perintah-Nya. Termasuk berhijab. Percayalah, setiap perintah yang Allah turunkan akan mendatangkan manfaat
yang sangat besar.”
Kata-kata itu
yang selalu keluar dari bibir manis Kak Alifa. Dan kata-kata itulah yang
perlahan memotivasiku untuk selalu mencari jalan-Nya. Kuatkan aku ya Allah.
Panggilah aku dengan hidayah-Mu. Itu yang aku rindukan saat ini ya Allah.
END