Senin, 28 November 2016

Teruntuk Senja

Senja. Nama gadis manis yang menjadi tokoh utama sebuah kisah ketika hati yang semula yakin, mulai goyah. Perawakannya bertubuh mungil, namun berisi. Wajahnya yang manis dengan lesung pipi di kedua sudut pipinya. Teduh saat melihat kerudung yang ia gunakan selalu pas membalut auratnya.

Senja. Ia seorang gadis berdarah minang. Ayah dan Ibunya adalah orang asli Padang. Dengan tatanan agama yang begitu kuat mengakar dan tumbuh dalam jiwanya. Didikan itulah yang kini membawanya menjadi seorang mahasiswi di Perguruan Tinggi Negeri di kotanya dengan jurusan pendidikan bahasa Inggris.

Senja. Ia kini tengah dekat dengan seorang pria bernama Doni. Mas Doni, begitu ia memanggilnya. Seorang guru di salah satu sekolah menengah atas di daerahnya. Namun, hubungan itu belum dapat dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius, lantaran adanya bayangan masa lalu yang membayang di benak Senja.

Di suatu senja, di tepian sungai, Senja dan Doni duduk berdua. Memandang hamparan arus lembut aliran sungai dengan syahdunya angin yang berhembus. Senja menatap nanar jingga penghantar mentari beristirahat di peradaban. Berganti tugas pada sang bulan yang bekerja separuh hati di gelapnya malam.

"Kemarin, Senja sempat mampir ke rumah, Mas..." Suara parau itu memecah keheningan. "Dan Senja melihat, ada Kak Rosa di sana..." Lanjutnya.

Doni masih terdiam. Ia mendesah berat.

"Kenapa tidak memberitahuku, atau sedikit bercerita tentang pertemuan kemarin?" Senja kembali berbicara.

"Mas hanya tidak ingin membicarakannya. Mas menjaga perasaan Senja." Jawab Doni.

"Dia datang untuk meminta Mas kembali, bukan?"

Doni kembali diam.

"Maaf, jika aku lancang mendengar percapakan kalian." Mata indah itu mulai menampakan air bening yang masih bisa ditampung pelupuk matanya.

"Dia memang meminta Mas untuk kembali. Tapi, Mas menolak. Mas sudah punya kamu, Senja." Doni masih tenang menanggapi semua pertanyaan Senja.

"Hubungan kita baru berjalan dua bulan. Lepaskan jika memang ingin. Melupakan sebuah perasaan lama bukan hal mudah, terlebih kalian sudah banyak menghabiskan waktu bersama. Kembalilah, Mas."

Setetes air bening itu akhirnya jatuh. Membasahi pipi lembut sang tokoh utama.

Semenjak hubungan itu ada, Senja menyimpan ragu akan hati pria yang kini ada dihadapannya. Pria itu baru saja dikhianati oleh wanita yang sudah menemaninya selama setahun. Bahkan mereka sudah merencanakan sebuah pernikahan. Tapi, kemudian hancur lantaran orang ketiga yang hadir di antara keduanya. Wanita itu pergi meninggalkan Doni begitu saja.

Dan kini hadir meminta Doni untuk kembali saat Doni sudah bersama Senja.

"Bukankah kedua keluarga kalian sudah setuju? Cerita kalian masih bisa diperbaiki. Kalian tinggal hapus tulisan buruk, kemudian perbaiki lagi." Lanjut Senja.

"Sayangnya, cerita ini bukan tentang menulis sebuah sastra bertema cinta. Yang mudah di hapus, kemudian diketik lagi dengan cerita yang lebih menarik. Ini tentang sebuah perasaan yang sempat hancur oleh seseorang. Kemudian orang itu kembali dan meminta untuk memperbaiki hati yang telah hancur. Tidak semudah itu Senja. Aku menyatukan lagi kepingan hati yang hancur itu sendiri, yang kemudian dibantu oleh Senja yang meredupkan keletihanku."

"Tapi, orang tuaku tidak menginginkan kita menikah, Mas. Pergilah bersama dia yang lebih pasti."

"Aku akan berusaha keras agar kedua orang tuamu, menyetujui kita. Aku akan berusaha. Tapi, aku tidak bisa berusaha sendiri, Senja. Aku butuh Senja yang menguatkanku."

Senja terdiam. Isaknya memecahkan keheningan jingga yang merangkak hitam. Suara adzan maghrib, terdengar perlahan.

"Senja, aku sudah lelah. Lelah dengan semua cerita cinta yang berakhir sama. Yang berakhir menyakitkan. Yang aku butuhkan sekarang adalah rumah untukku beristirahat dengan tenang. Rumah tempatku mengadu senang dan susahku, rumah tempat aku berteduh, dan aku harap rumah itu kamu Senja. Kita berjuang bersama-sama. Patahkan ragumu, dan yakinlah bersamaku."

END

Sabtu, 26 November 2016

Pacaran = numpang hidup

Pacaran=numpang hidup??

Oke, kenapa gue ambil judul ini? *think*
Cukup menarik, 'kan? Hehe

Sebelumnya, gue mau kasih info dulu, kenapa dengan jarak waktu yang begitu lama, gue nggak ngepost beberapa short story or sad story yang biasa gue tampilin di blog gue. Alasannya, selama ini laptop gue rusak -sampe sekarang- dan gue belum punya uang yang cukup buat benerin atau beli laptop yang baru *sedih*. Dan yang namanya nulis nggak semudah yang dibayangin, bener-bener harus ngelawan mood dan berpikir gimana caranya bisa main dengan beribu kata. Ngerangkai jadi satu kesatuan kalimat yang indah #ciellahh

Oke, skip.

Nah, kali ini gue mau ngebahas, pacaran sama dengan numpang hidup. Ini tulisan opini gue, bukan fiksi-fiksi seperti yang biasa gue tulis. Oke, buat yang ngerasa dirinya cowok, udah pasti ngerasain banget ini bahasan ada benernya.

Kenapa gue bilang gitu? Ya iyalah, untuk para cowok-cowok yang udah berani mutusin buat macarin anak gadis orang, itu bakal ngerasa yang namanya diporotin abis-abisan sama si Cewek. Makan kesono, lu yang bayarin. Mau ngemil, minta ke lu juga. Sian banget idup lo, ntong.

Buat yang udah baca tulisan ini, jujur aja lo pasti ngerasa bener, 'kan?

Nih yaa. Buat para cewek-cewek *termasuk w*. Pacaran itu bukan tentang numpang idup. Lu pacaran ama bocah ingusan yang duitnya masih minta ama emak bapaknya. Lu pikir enak, setiap makan, bayarin makan lu mulu. #yakagaklah . Sesekalilah lu juga yang kudu bayar. Pacaran itu kan harus saling melengkapi *betulnggak?

Hukum ini sangat berlaku buat kalian para anak rantau. Yang nyari pacar hanya untuk numpang idup. Hello, lu pikir ntu bocah kagak mikir apa, uang jajan seminggu dipake cuman dua tiga harian doang. Haayyoollaahh, cewek-cewek berhenti matre. Iya, gue tau. Emang kodratnya cewek itu terlahir jadi manusia yang morotin kaum lelaki. Cuman, dipikirin lagi, deh. Yang pengen hidup, bukan cuman lu doang. Pacar lu, cowok kesayangan lu, itu juga kepengen idup panjang tanpa beban pikiran.

#buatcewek Cowok bakalan bener-bener seneng, ketika lu sebagai kekasih hatinya yang amat dicinta, bilang gini "Yang, makan kali ini aku yang bayar, ya." Terus ntar si cowok bilang gini, "ahh, nggak usah sayang, biar aku aja yang bayar. Aku kan cowok." Lu sebagai cewek kudu bilang gini, "Sesekali cewek juga harus bayarin makan. Masa cowok mulu."

Beeuuhh, itu cowok lu seneng bukan main. Dapat cewek yang pengertian. Kan jadinya, point plus juga buat lu, neng. Betul kagak?

Dipikirin lagi, direnungin lagi nih kata-kata gue. Terkadang ada benarnya loh. #insyaaAllah oke, sampe sini dulu. Salam Gahol. Dabray!

N.B: kenapa di tulisan ini gue nggak kagak pake kata Pria. Karena, pria itu dirasa sudah cukup mapan untuk bisa menafkahi kekasihnya. Buat yang ngerasa udah jadi seorang Pria dan memiliki pasangan, buruan halalin. Daripada digondol orang. Hehe.