Sabtu, 02 Januari 2016

Sayap yang Patah

Gadis itu tersenyum sembari meletakkan secangkir Coffee latte favoritenya di atas meja. Matanya berkaca. Seolah akan ada setitik embun hangat yang membasahi pipinya. Nosya menarik nafasnya perlahan. Seolah suasana sore itu terasa sesak. Di hadapannya, seorang laki-laki menatap matanya penuh arti. Iba lebih tepatnya.

"Jangan pernah hadir di hadapanku hanya untuk menceritakan laki-laki itu." Ucapnya tegas.

Kini matanya menyorot kebencian. Kebencian yang seolah membeku dan tak kan mencair meski kehangatan air mata menyelimuti kebenciannya.

"Aku sudah terlalu muak. Perempuan bodoh yang rela menunggu dan menghabiskan sebagian waktunya hanya untuk dicampakkan. Bahkan binatang sekalipun, akan menyerah ketika penantiannya tidak dihargai." Kalimat lantang itu keluar seiring dengan air mata yang menetes dari sudut matanya.

Laki-laki di hadapannya hanya mampu diam saat melihat gadis manis berkaca mata itu menangis. Isaknya terdengar semakin keras. Seluruh orang di cafe itu memandang mereka dengan tatapan heran. Nosya tak perduli. Air mata yang sudah tidak sanggup ia bendung beserta sesak hati yang menyiksa membuat suasana hatinya rumit.

"Tapi, sekarang dia mencari mu. Nosya." Laki-laki itu mulai berbicara meski ragu.

"Untuk apa?! Setelah ia mematahkan sayapku dan membiarkan aku stuck hanya untuk menantinya yang ternyata mempermainkan aku, dan sekarang ia hadir di saat ada seseorang yang mengobati sayap patahku. Mengizinkan aku terbang dan mencari arti akan kata 'tulus' yang sebenarnya. Jangan pernah sebut namanya di hadapanku."

"Dia ayahmu, Sya. Ayah kandungmu." Jelas laki-laki yang ternyata adalah paman gadis itu.

"Perduli apa?! Dia mencampakkan aku dan Ibuku. Aku yakin, dulu ia tidak menganggapku sebagai anaknya dan Ibuku sebagai istrinya. Lantas, buat apa aku masih mengharapkannya sebagai seorang ayah?! Bahkan ketika ia mengemis kembali kepadaku dan Ibuku, aku tidak akan pernah menerimannya kembali..."

Nosya beranjak dari tempat duduknya. Menghapus air matanya dan menatap lekat laki-laki di hadapannya, kemudian pergi begitu saja.


END