Kamis, 24 Agustus 2017

Sepertiga Senja



"Berhenti untuk terus mengusikku, Nada!" Cecar seorang pria yang masih terpaku menatap sang jingga.

"Kau pikir, menyatukan kembali kepingan hati yang hancur itu semudah kau mengatakan 'maaf'?" Lanjutnya.

Sang jingga merayap perlahan. Mengadu lelahnya pada sang bulan. Menyerahkan sesaknya senja itu pada langit malam yang temaram.

"Kau tahu, setelah kepergianmu berapa lama aku harus menyusun hidupku kembali? Apa kau tahu betapa tersiksanya aku di setiap senja aku hanya menemukan serpihan kisah masa lalu tentangmu?! Apa kau tahu betapa bencinya aku yang harus berusaha melupakanmu di sepertiga senja?!"

Embun itu pecah. Menjadi bulir-bulir bening yang merembet dari sudut mata laki-laki bernama Angga. Sang jingga semakin meredup. Cahayanya berpadu dengan kelabu yang menyisakan sebuah silued kenangan tabu. Kenangan manis yang terasa begitu menyakitkan.

"Pergi, Nada! Jangan terus mengganggu kehidupanku! Jangan terus mengusikku dengan kata maafmu!" Untuk kesekian kalinya, Angga menangis dalam pelukan senjanya.

Senjanya yang terus berharap untuk kembali. Meski kini senja itu sudah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar