Rabu, 09 Juli 2014

Perjalanan Dalam Penantian (part 1)

Aku membuka album yang ada di tanganku saat ini. Album masa-masa SMA ku dulu. Hanya ingin mengingat kenangan-kenangan apa saja yang pernah ku lalui bersama teman-temanku. Aku memfokuskan mataku pada sebuah gambar bisa aku bilang abadi. Begitu indah. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah foto yang untuk sejenak aku hentikan gerak tanganku untuk membuka halaman yang baru.

Fotonya. Foto tiga orang pria dalam sebuah ruangan. Dari tiga pria itu aku memfokuskan mata pada satu objek. Dia yang berada di pojok kanan, sedang fokus mencermati jalannya sidang OSIS. Aku ingat betul itu. Kejadian di mana aku diam-diam mengambil fotonya. Ah, betapa dulu aku sangat mengidolakannya.

***

#Flashback...

Riuh terdengar suara para siswa/i baru di sekolah ini. SMA N 3 baru saja menerima murid baru dan Alhamdulillah aku menjadi salah satu siswi yang beruntung bisa masuk ke sekolah terfavorit ini. Melakukan upacara penerimaan siswa baru, kemudian dilanjutkan dengan acara MOS. Kami dikumpulkan di sebuah ruangan yang cukup besar untuk menampung 114 anak baru. Kami dibagi menjadi empat kelas, dan aku menjadi salah satu anggota di kelas XB.

Dipimpin oleh dua mentor cantik dan ganteng, kami satu kelas menjadi tim yang harus saling bekerja sama untuk melaksanakan setiap tugas dan perintah selama MOS berlangsung. Aku terpilih menjadi ketua kelas. Untuk sementara waktu.

Waktu berjalan dengan begitu cepat. Tanpa terasa kita sampai di mana hari terakhir MOS diadakan.  Agenda hari terakhir adalah out bond , dalam satu kelas kita dibagi lagi menjadi beberapa tim yang bergabung dengan kelas lain. Satu tim terbagi menjadi 7 orang.

Kami lewati semua halang rintang, permainan, bully-bullyan dari para senior, semua kita lewati dengan semangat. Meski ada sedikit ketegangan yang menyelimuti. Tim kami tiba di akhir permainan, permainan yang mengutamakan ke kompakan. Dan di permainan terakhir inilah aku bertemu dengan dia yang aku kagumi.

"Oke, kalian sudah sampai di permainan terakhir. Permainannya gampang, kok. Kalian hanya harus melewati tali-tali ini dengan membawa karet ini di mulut kalian menggunakan sedotan. Di setiap sudutnya ada teman kalian yang nantinya di saat kalian bertemu dengan teman kalian, kalian harus memindahkan karet yang ada di mulut kalian ke sedotan yang ada di mulut teman kalian. Jangan sampai jatuh. Hanya ada 3 kali kesempatan. Jika karet jatuh sebanyak 3 kali. Kalian dianggap gagal. Mengerti?"

"Mengerti, Kak!" Jawab kami serempak.
"Baik. Kamu...Hm.." Kak Rama mencoba memanggil namaku. Ia melihat sebuah nama di name text yang aku pakai. "Inuk. Kamu bisa membagi teman-temanmu untuk berada di posisinya."
"Nama saya Inu, Kak. Jangan ditambahin 'K' di belakangnya."  Keluhku.
"Iya-iya, maaf. Silahkan, Inu dimulai."

Kesan pertama bertemu dengan Kak Rama, biasa saja. Dia orangnya lucu, baik, ramah, dan manis. Tapi satu hal yang tidak ku suka dari dia, dia selalu menyapaku dengan Inuk. Namaku selalu ia beri tambahan 'K' di belakangnya. Jadi, setiap kali ia menyapaku aku selalu menegurnya untuk tidak memanggilku Inuk.

"Inu, Kak Rama."
"Iya, Inuk. Eh, Inu."
Selalu seperti itu.

Namun entah kenapa, semakin berjalannya sang waktu aku semakin menyukainya. Tidak, lebih tepatnya belajar menyukainya. Ya, aku hanya berpura-pura menyukai sosok kak Rama. Aku cukup dekat dengan Kak Resti. Kakak kelasku yang dulu pernah satu kelas dengan Kak Rama. Dan sekarang ia satu tingkat dengan Kak Rama, bedanya Kak Rama adalah anak IPA, sementara Kak Resti anak IPS.  Aku berpura-pura menyukai sosoknya hanya karena saat itu aku hanya ingin move on dari seseorang. Jahatnya aku, aku malah menjadikan Kak Rama pelarian rasa kagumku.

"Si Rama itu orang sunda, dek. Makanya dia ngomong kayak gitu. Nama Kakak aja selalu dikasih imbuhan 'K'. Dia lagi galau tuh, Dek. Baru putus dari Ria. Satu kelas sama dia pas kelas X sampe sekarang."
"Oh ya? Wah, ada kesempatan. Kak, titip salam ya buat dia."
"Sip. Tapi bukannya kamu suka sama Kak Angga? Anak kelas XII IPS2?"
"Ah, nggak ah. Dia PHP dan dari gayanya kayaknya dia sombong. Terus dia tu suka senyum-senyum gitu sama aku, mungkin gara-gara waktu itu aku pernah nulis surat buat dia dan bilang, senyuman mu begitu indah."
"Haha, kamu tuh. Udah ah, masuk kelas gih. Kakak ke kelas ya. Daa."

Aku mengangguk. Dan segera memasuki kelasku.

***

Waktu semakin cepat berlalu. Berawal dari iseng-iseng titip salam, mencari tau tentang dia melalui kak Resti, dan sekarang rasa keingin tahuan itu berujung menjadi sebuah rasa suka yang aku sendiri bingung kenapa tumbuh dengan begitu subur di hatiku. Sosoknya yang ramah, senyumnya yang khas dan suaranya yang selalu menyapaku kala kita berpapasan membuatku terus membayangkannya. Sejak saat  itu, aku menjadi tidak marah lagi jika dia memanggilku dengan panggilan Inuk. Malah sekarang seluruh akun socmed-ku, aku beri nama Inuk. Dan supernya lagi, nama itu menyebar satu sekolah.

Satu fakta yang aku ketahui tentang dia dan benar-benar aku suka. Dia anggota eskul basket. Keren. Setiap sore, aku selalu berpura-pura datang ke sekolah untuk melihatnya memainkan si bundar yang dapat memantul itu. Dia memiliki pesonanya sendiri ketika bermain. Dan itu membuatku sangat-sangat menyukainya.

Kita semakin dekat semenjak aku meminta nomor hapenya dari Kak Resti. Sering smsan meski aku terus yang selalu memulainya. Aku selalu merasa bahagia setiap kali ia membalas sms-ku meski itu hanya bertuliskan dua kata.

Sampai akhirnya aku menemui sebuah kenyataan yang begitu pahit. Wajah manisnya ternyata bukan hanya aku yang suka. Ada banyak cewek setingkatku yang mengagumi sosoknya. Dan mereka lebih dari aku. Aku bisa berbuat apa? Terlebih ada satu cewek yang menurutku dia sangat sempurna dan pas jika menjadi pasangan kak Rama. Dia adalah Alexa.

Dia juga dekat dengan Kak Rama. Sangat dekat. Rumah mereka juga tidak begitu jauh. Namun aku tetap bertahan.

Entah sudah berapa lama aku menahan perasaanku. Perasaan yang selalu ingin aku ungkapkan di depan dia. Oke, mungkin tidak secara langsung, hanya via sms. Tak apa, asal aku biisa lepas  dari beban ini. Nyeseknya nyimpan  perasaan ini adalah ketika di mana aku harus melihatnya tertawa lepas bersama Alex atau dia bisa begitu dekat dengan cewek lain. Aku cemburu, tapi aku bukan siapa-siapa. Di sekolah aku juga tidak begitu dekat. Hanya sebatas teguran dan saling mengejek. Nggak lebih. Disms pun terkesan biasa saja.

Sampai akhirnya, aku tidak lagi memikirkan gengsi seorang wanita. Rasa malu menghilang. Terkalahkan oleh sesak di hati yang begitu besar. Ku coba menghubunginya duluan.

"Kak, Inuk boleh bilang sesuatu nggak sama, Kakak." SMS pertama sukses terkirim. Jantungku berdebar begitu cepat. Entah karena tak sabar menunggu balasannya, atau karena aku takut.

Hapeku bergetar. Ku lihat di layar monitor tertera namanya. Jantungku berpacu semakin cepat.
"Mau bilang apa?"
"Aku suka sama Kakak. Maaf kalau aku terlalu berani. Aku cuman pengen ngungkapin apa yang ada di hati aku. Aku udah nggak bisa nahannya lagi. Terserah respon kakak kayak gimana. Tapi yang aku minta cuman satu,Kak. Kakak jangan jauhin aku. Tapi, kalau seandainya kakak mau aku menjauh aku akan coba, Kak."

Terkirim. Entah apa yang ada di benakku sampai akhirnya aku benar-benar melakukan itu. Melakukan hal yang benar-benar gila. Lama pesan itu terbalas. Berkali-kali ku buka tab kotak masuk dan keluar. Ku coba cerna kembali kata-kata yang ku kirim lima belas menit yang lalu. Nafasku semakin tak beraturan. Jantungku juga berpacu lebih cepat. Ritmenya semakin terasa saat getar hapeku menginterupsi. Kak Rama membalasnya. Aku memperlambat gerakan jemariku. Rasanya aku enggan membuka pesan itu. Aku takut pesannya akan mengecewakan aku.

"Hah? Serius, Nuk? Sejak kapan?" Responya. Ya Tuhan, kenapa malah nanya. Aku lebih suka dia berkata langsung tanpa harus muluk-muluk bertanya, karena itu hanya menyiksaku. Membuat dadaku semakin sesak.
"Sejak MOS. Kakak ingatkan aku sering tititp salam sama Kakak lewat Kak Resti? Oiya, Kak. Ini hanya pengungkapan. Bukan suatu pernyataan di mana aku berharap kita pacaran. Tidak, Kak. Aku hanya ingin Kakak tau perasaan yang selama ini aku pendam."

Jantungku mulai tenang. Setidaknya tidak setegan. Aku sedikit agak rileks mengetik setiap karakter untuk dikirimkan ke Kak Rama.
"Kakak hargai perasaan kamu. Kakak juga tersanjung dan terkesan sama keberanian kamu. Kakak yang cowok aja belum tentu bisa kayak kamu. Dan kakak berusaha untuk bisa jaga perasaan kamu. Terima kasih sudah mau menyukai orang seperti kakak."
"Makasih, Kak sudah mau mengerti. Hal ini baru pertama kali aku lakukan. Dan itu sama Kakak. Kakak jangan cerita sama siapa-siapa ya tentang ini. Bahkan ke bang Awan sedikitpun."
"Pertama? Wah, makasih udah jadiin kakak yang pertama. Pasti butuh keberaniaan yang besar ya. Iya, Inuk."
Smspun berlanjut. Sampai akhirnya berakhir karena sudah saling mengantuk. Bangga rasanya bisa mengungkapkan perasaan ini.

Bersambung :)...
Tunggu kelanjutannya ya. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar