Risa selalu bisa tertawa lepas dengan laki-laki yang saat ini ada di hadapannya. Tingkahnya yang konyol, seru, asik, selalu bisa membuat kegalauan di hati Risa menghilang begitu saja. Entahlah, Andre selalu mampu membuat gadis manis ini merasa nyaman, dia selalu punya cara membangkitkan Risa di saat Risa mulai terpuruk. Sungguh, bagi Risa hanya Andre yang terbaik untuk saat ini.
Dering
handphone Risa menyadarkannya dari suasan hangat itu. Seketika, suasana berubah
menjadi kaku. Yoga Firmasnyah. Setidaknya itulah yang tertera di handphone
milik Risa. Dengan ragu Risa mengangkat
handphonenya, dan melangkah menjauh dari Andre. Laki-laki itu merubah mimik
wajahnya. Tersenyum, namun terasa sakit.
Tak lama,
Risa kembali ke mejanya. Bukan untuk kembali bercengkrama dengan Andre dan
menghabiskan waktu lebih lama lagi di café kesukaan mereka. Tapi, justru untuk
pamit, karena Yoga –pacar Risa– memintanya untuk segera bertemu dan
menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.
“Andre, sorry.
Gue musti balik. Thanks udah temenin gue hari ini.”
Dengan
tergesa-gesa, Risa meninggalkan Andre begitu saja. Sebuah senyuman getir
mengiringi kepergian Risa. Sekali lagi, Andre hanya mampu menatap langkah Risa
dengan penuh harap, agar Risa kembali. Duduk bersamanya, menghabiskan secangkir
cappucinno dan brownies coklat favorite mereka.
***
“Ndre…”
Andre diam.
Isak tangis Risa terus menginterupsi percakapan di telpon malam itu. Rengekan
yang selalu Andre dengar ketika Risa kembali bertengkar dengan Yoga. Hal sepele
dan berubah menjadi masalah besar yang berujung pada pertengkaran hebat. Yang
menciptakan air mata di mata indah milik Risa.
Andai Andre
lebih cepat mengungkapkan perasaannya pada Risa. Mungkin Risa tidak akan terus
menangis seperti ini. Setidaknya Andre akan berusah mewarnai hidup Risa dengan
tawa. Bukan seperti Yoga.
“Kamu dimana
sekarang?”
“Aku di taman
deket kompleks kita. Aku takut, Ndre. Aku takut banget.”
Andre menutup
telponnya dan melaju menuju taman dekat rumahnya. Andre mungkin hanya
bermodalkan sepeda motor, tapi hanya dengan itu setidaknya dia bisa melindungi
Risa dan berjanji untuk selalu ada untuk Risa.
Setibanya di
taman, Andre mencari Risa di setiap sudut taman. Risa punya phobia sendiri di
tempat gelap dan sepi. Kakinya akan mati rasa ketika terjebak di tempat seperti
itu.
Saat Andre
mendapati Risa duduk sebuah bangku taman sembari menangis, Andre langsung
merengkuh tubuh Risa. Merengkuhnya begitu erat dan membiarkan Risa menangis
lepas di pundaknya.
***
Andre
menyeruput secangkir cappucinno kesukaannya. Pikirannya menerawang jauh.
Dilihatnya sebuah undangan yang ada di hadapannya. Senyum getir itu kembali
menghiasi wajah Andre. Ada nama Risa dan Yoga diundangan itu. Manis sekali.
Namun sayang, pahit untuk Andre.
Ia hempaskan
begitu saja undangan itu. Kembali terngiang perilaku manis Risa untuknya. Masih
sangat jelas bagaimana Risa memperhatikannya, perduli akan kehidupannya, dan
sekarang semua akan hilang saat Risa menyandang gelar Ny. Yoga Firmansyah.
“Semoga
bahagia, Sa. Jangan ada tangis lagi dan terima kasih sudah menjadi Risa yang
perduli akan hidupku.”
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar