Minggu, 06 September 2015

Don't Be Nice,Please...


Risa selalu bisa tertawa lepas dengan laki-laki yang saat ini ada di hadapannya. Tingkahnya yang konyol, seru, asik, selalu bisa membuat kegalauan di  hati Risa menghilang begitu saja. Entahlah, Andre selalu mampu membuat gadis manis ini merasa nyaman, dia selalu punya cara membangkitkan Risa di saat Risa mulai terpuruk. Sungguh, bagi Risa hanya Andre yang terbaik untuk saat ini.
 
Dering handphone Risa menyadarkannya dari suasan hangat itu. Seketika, suasana berubah menjadi kaku. Yoga Firmasnyah. Setidaknya itulah yang tertera di handphone milik Risa. Dengan  ragu Risa mengangkat handphonenya, dan melangkah menjauh dari Andre. Laki-laki itu merubah mimik wajahnya. Tersenyum, namun terasa sakit.

Tak lama, Risa kembali ke mejanya. Bukan untuk kembali bercengkrama dengan Andre dan menghabiskan waktu lebih lama lagi di cafĂ© kesukaan mereka. Tapi, justru untuk pamit, karena Yoga –pacar Risa– memintanya untuk segera bertemu dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

“Andre, sorry. Gue musti balik. Thanks udah temenin gue hari ini.”

Dengan tergesa-gesa, Risa meninggalkan Andre begitu saja. Sebuah senyuman getir mengiringi kepergian Risa. Sekali lagi, Andre hanya mampu menatap langkah Risa dengan penuh harap, agar Risa kembali. Duduk bersamanya, menghabiskan secangkir cappucinno dan brownies coklat favorite mereka.

***

“Ndre…”

Andre diam. Isak tangis Risa terus menginterupsi percakapan di telpon malam itu. Rengekan yang selalu Andre dengar ketika Risa kembali bertengkar dengan Yoga. Hal sepele dan berubah menjadi masalah besar yang berujung pada pertengkaran hebat. Yang menciptakan air mata di mata indah milik Risa.

Andai Andre lebih cepat mengungkapkan perasaannya pada Risa. Mungkin Risa tidak akan terus menangis seperti ini. Setidaknya Andre akan berusah mewarnai hidup Risa dengan tawa. Bukan seperti Yoga.

“Kamu dimana sekarang?”

“Aku di taman deket kompleks kita. Aku takut, Ndre. Aku takut banget.”
Andre menutup telponnya dan melaju menuju taman dekat rumahnya. Andre mungkin hanya bermodalkan sepeda motor, tapi hanya dengan itu setidaknya dia bisa melindungi Risa dan berjanji untuk selalu ada untuk Risa.

Setibanya di taman, Andre mencari Risa di setiap sudut taman. Risa punya phobia sendiri di tempat gelap dan sepi. Kakinya akan mati rasa ketika terjebak di tempat seperti itu.
Saat Andre mendapati Risa duduk sebuah bangku taman sembari menangis, Andre langsung merengkuh tubuh Risa. Merengkuhnya begitu erat dan membiarkan Risa menangis lepas di pundaknya.

***

Andre menyeruput secangkir cappucinno kesukaannya. Pikirannya menerawang jauh. Dilihatnya sebuah undangan yang ada di hadapannya. Senyum getir itu kembali menghiasi wajah Andre. Ada nama Risa dan Yoga diundangan itu. Manis sekali. Namun sayang, pahit untuk Andre.
Ia hempaskan begitu saja undangan itu. Kembali terngiang perilaku manis Risa untuknya. Masih sangat jelas bagaimana Risa memperhatikannya, perduli akan kehidupannya, dan sekarang semua akan hilang saat Risa menyandang gelar Ny. Yoga Firmansyah.

“Semoga bahagia, Sa. Jangan ada tangis lagi dan terima kasih sudah menjadi Risa yang perduli akan hidupku.”

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar