“Terima
kasih, Bu.”
Aku
membuka pintu kamar baruku. Ya,aku adalah seorang mahasiswi yang baru saja
pindah kost. Bosan dengan suasana kost lama, sampai akhirnya aku memutuskan
pindah ke tempat yang lebih nyaman dari yang sebelumnya. Dan kost inilah
pilihanku.
Ku
hempaskan badanku di sebuah kasur yang tidak empuk dan juga tidak keras ini.
Sedikit merenggakan persendianku. Tulang-tulang badanku terasa remuk. Mengingat
aku mengangkat barang-barangku sendiri ke sini. Aku menghela nafas panjang.
Mataku memandang langit kamar ini lekat-lekat. Perlahan, mataku terpejam. Dan aku terlelap dalam
buaian angin yang menerobos masuk jendela kamarku.
***
Aku
dibangunkan oleh petikan gitar yang mengalun lembut di telingaku. Dari
suaranya, alunan gitar itu sangat dekat dengan kamarku. Aku memutuskan untuk
segera keluar dan mencari sumber suara gitar yang juga diiringi dengan suara
khas laki-laki. Begitu merdu.
Aku
dikejutkan oleh seorang laki-laki yang duduk di plafon rumah dengan sebuah
gitar akustik di tangannya. Ia memainkan gitar
itu dengan penuh perasaan. Tampak dari tubuhnya yang ikut mengalun
seiring suara petik gitar. Aku mencoba mendekat. Hanya ingin tau siapa
laki-laki yang membuatku jatuh cinta dengan lagu yang –aku rasa– diciptakannya
sendiri.
Alunan
gitar itu berhenti dengan intro penutup yang sempurna.
“Wow,
perfect. The perfect’s play.”
Ia
menatapku. Tersenyum dengan begitu ramah dan seolah ia mengenal siapa aku. Aku
mendekat ke arahnya. Dan duduk di samping tubuhnya yang lumayan proporsional.
“Lagunya
ciptaan sendiri?” Tanyaku. Aku terlalu hyperactive mengomentari alunan gitar
dan lagu yang ia mainkan.
“Yaa.
Itu lagu ciptaanku.”
“Kenapa
tentang kematian?”
Dia
tersenyum. Matanya memandang lekat langit luas. Ia membuang nafasnya berat.
Seolah ada yang tidak dapat ia ceritakan. Ku pandang lekat wajahnya, begitu
manis dengan rambut yang sedikit panjang namun rapi dan terawat. Hidungnya yang
mancung, mata yang menyejukan, ditambah suara yang merdu saat sebuah lagu ia
nyanyikan dengan begitu sempurna.
Siapakah
gerangan laki-laki di sampingku ini. Dia berada di kost yang ku tempati saat
ini. Sementara, yang aku tau, kost yang aku tempati adalah kost khusus putri.
Ingin bertanya lebih jauh, namun dari pertanyaan pertama tadi ia tampak berat untuk memberikan
jawabannya.
Aku
berniat untuk meninggalkannya. Biarlah mungkin ia sedang tidak ingin diganggu.
Aku beranjak dari posisi dudukku.
“Jangan
pergi…”
Suaranya
menahanku.
“Ada
banyak hal yang ingin aku ceritakan olehmu…”
Aku
membalikan badanku. Menatap tubuhnya yang masih membelakangiku.
“Aku
bukan laki-laki baik, Nara.”
Aku
mulai heran. Aku tidak mengerti maksud dari pernyataannya. Aku juga tidak tau,
dari mana ia mengetahui namaku. Aku masih diam di balik tubuhnya. Menatapnya
dengan penuh arti. Membiarkannya perlahan menceritakan apa yang ia rasakan.
“Aku
menciptakan lagu ini satu hari sebelum semuanya berakhir. Aku hanya ingin dia
tau, bahwa aku tidak ingin meninggalkannya, aku ingin terus bersamanya.
Sayangnya, Tuhan punya rencana lain untukku…”
Ia
beranjak dari duduknya. Menatap tubuhku yang masih menatapnya heran. Perlahan
ia mendekat. Dan aku terdiam kaku.
“Wanita
yang aku sayang, dengan tega mengkhianati diriku sendiri. Seseorang yang aku
percaya, yang –sungguh– aku sangat berharap ia akan menjadi masa depan untukku,
tega menghancurkan semua mimpiku. Dan kost ini adalah saksi bisunya, Nara. Ia
membawa laki-laki lain ke dalam hubungan ini. Berkencan tanpa sepengetahuanku
di kamar itu. Ya, kamar yang kamu tempati, Nara. Dalam amarah, aku tampar pipi
yang selalu ku belai saat ia merajuk. Dalam amarah, aku jambak rambut yang
selalu aku sentuh dan ku sisipkan di balik telinganya. Seketika itu…”
Perlahan,
air mata itu mengalir membasahi pipinya. Kini aku mulai mengerti, aku pernah
mendengar cerita ini sebelumnya dari temanku sebelum aku pindah ke kost ini.
“Jadi,
kamu…”
“Ya,
Nara.”
Aku
ingin menyetuh pipinya yang basah oleh air mata itu, namun tidak bisa. Aku
sadar, bahwa dunia kami berbeda. Dan aku tidak mungkin bisa menyentuh tubuhnya
yang sebenarnya tidak ada. Air mataku perlahan jatuh. Aku terisak hingga tidak
bisa mengontrol diriku sendiri.
***
Aku
terbangun dengan wajahku yang basah. Aku menghapus air mata yang membasahi
wajahku dan berlari keluar kamarku. Aku hanya mendapati bayangan laki-laki yang
ku temui dalam mimpiku tadi. Sayang, aku tidak sempat menanyai siapa namanya.
Yang jelas, ia sudah memperdengarkan aku lagu yang ia ciptakan. Dan itu saja
sudah cukup bagiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar