Selasa, 15 September 2015

Shadow of You...

“Terima kasih, Bu.”

Aku membuka pintu kamar baruku. Ya,aku adalah seorang mahasiswi yang baru saja pindah kost. Bosan dengan suasana kost lama, sampai akhirnya aku memutuskan pindah ke tempat yang lebih nyaman dari yang sebelumnya. Dan kost inilah pilihanku.

Ku hempaskan badanku di sebuah kasur yang tidak empuk dan juga tidak keras ini. Sedikit merenggakan persendianku. Tulang-tulang badanku terasa remuk. Mengingat aku mengangkat barang-barangku sendiri ke sini. Aku menghela nafas panjang. Mataku memandang langit kamar ini lekat-lekat. Perlahan,  mataku terpejam. Dan aku terlelap dalam buaian angin yang menerobos masuk jendela kamarku.

***

Aku dibangunkan oleh petikan gitar yang mengalun lembut di telingaku. Dari suaranya, alunan gitar itu sangat dekat dengan kamarku. Aku memutuskan untuk segera keluar dan mencari sumber suara gitar yang juga diiringi dengan suara khas laki-laki. Begitu merdu.

Aku dikejutkan oleh seorang laki-laki yang duduk di plafon rumah dengan sebuah gitar akustik di tangannya. Ia memainkan gitar  itu dengan penuh perasaan. Tampak dari tubuhnya yang ikut mengalun seiring suara petik gitar. Aku mencoba mendekat. Hanya ingin tau siapa laki-laki yang membuatku jatuh cinta dengan lagu yang –aku rasa– diciptakannya sendiri.

Alunan gitar itu berhenti dengan intro penutup yang sempurna.

“Wow, perfect. The perfect’s play.”

Ia menatapku. Tersenyum dengan begitu ramah dan seolah ia mengenal siapa aku. Aku mendekat ke arahnya. Dan duduk di samping tubuhnya yang lumayan proporsional.

“Lagunya ciptaan sendiri?” Tanyaku. Aku terlalu hyperactive mengomentari alunan gitar dan lagu yang ia mainkan.

“Yaa. Itu lagu ciptaanku.”

“Kenapa tentang kematian?”

Dia tersenyum. Matanya memandang lekat langit luas. Ia membuang nafasnya berat. Seolah ada yang tidak dapat ia ceritakan. Ku pandang lekat wajahnya, begitu manis dengan rambut yang sedikit panjang namun rapi dan terawat. Hidungnya yang mancung, mata yang menyejukan, ditambah suara yang merdu saat sebuah lagu ia nyanyikan dengan begitu sempurna.

Siapakah gerangan laki-laki di sampingku ini. Dia berada di kost yang ku tempati saat ini. Sementara, yang aku tau, kost yang aku tempati adalah kost khusus putri. Ingin bertanya lebih jauh, namun dari pertanyaan  pertama tadi ia tampak berat untuk memberikan jawabannya.

Aku berniat untuk meninggalkannya. Biarlah mungkin ia sedang tidak ingin diganggu. Aku beranjak dari posisi dudukku.

“Jangan pergi…”

Suaranya menahanku.

“Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan olehmu…”

Aku membalikan badanku. Menatap tubuhnya yang masih membelakangiku.

“Aku bukan laki-laki baik, Nara.”

Aku mulai heran. Aku tidak mengerti maksud dari pernyataannya. Aku juga tidak tau, dari mana ia mengetahui namaku. Aku masih diam di balik tubuhnya. Menatapnya dengan penuh arti. Membiarkannya perlahan menceritakan apa yang ia rasakan.

“Aku menciptakan lagu ini satu hari sebelum semuanya berakhir. Aku hanya ingin dia tau, bahwa aku tidak ingin meninggalkannya, aku ingin terus bersamanya. Sayangnya, Tuhan punya rencana lain untukku…”

Ia beranjak dari duduknya. Menatap tubuhku yang masih menatapnya heran. Perlahan ia mendekat. Dan aku terdiam kaku.

“Wanita yang aku sayang, dengan tega mengkhianati diriku sendiri. Seseorang yang aku percaya, yang –sungguh– aku sangat berharap ia akan menjadi masa depan untukku, tega menghancurkan semua mimpiku. Dan kost ini adalah saksi bisunya, Nara. Ia membawa laki-laki lain ke dalam hubungan ini. Berkencan tanpa sepengetahuanku di kamar itu. Ya, kamar yang kamu tempati, Nara. Dalam amarah, aku tampar pipi yang selalu ku belai saat ia merajuk. Dalam amarah, aku jambak rambut yang selalu aku sentuh dan ku sisipkan di balik telinganya. Seketika itu…”

Perlahan, air mata itu mengalir membasahi pipinya. Kini aku mulai mengerti, aku pernah mendengar cerita ini sebelumnya dari temanku sebelum aku pindah ke kost ini.

“Jadi, kamu…”

“Ya, Nara.”

Aku ingin menyetuh pipinya yang basah oleh air mata itu, namun tidak bisa. Aku sadar, bahwa dunia kami berbeda. Dan aku tidak mungkin bisa menyentuh tubuhnya yang sebenarnya tidak ada. Air mataku perlahan jatuh. Aku terisak hingga tidak bisa mengontrol diriku sendiri.

***

Aku terbangun dengan wajahku yang basah. Aku menghapus air mata yang membasahi wajahku dan berlari keluar kamarku. Aku hanya mendapati bayangan laki-laki yang ku temui dalam mimpiku tadi. Sayang, aku tidak sempat menanyai siapa namanya. Yang jelas, ia sudah memperdengarkan aku lagu yang ia ciptakan. Dan itu saja sudah cukup bagiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar