Kamis, 29 Oktober 2015

Ingkar



Postingan terakhir di bulan Oktober. Ini cerita fiktif yang ada karena saat aku merasa galau. Hahah. Yang bilang ini curahan hati sang penulis. Itu bohong. Ini benar-benar cuman fiktif. Oke, enjoyed.


''Dek, dia lulus.'' getar handphoneku memecahkan konsentrasi belajarku. Ku lihat layar handphoneku tertera pesan aplikasi LINE dari seseorang yang ku kenal. 

Tanganku meraih handphoneku dan membalas pesan itu. Aku hanya membalas dengan emot senyum.

''Hanya itu?'' Balasan darinya yang hanya berujung ku lihat tanpa berniat membalasnya kemudian.

Pikiranku menerawang jauh. Tepat 1 bulan seseorang yang aku suka pergi dari kehidupanku untuk meraih mimpinya. Setelah lulus SMA ia memutuskan untuk mengejar mimpinya menjadi seorang pembuat film yang bisa melanjutkan studinya di Singapore. Dan dia berhasil.

Laki-laki itu sempat menghubungiku dua bulan sebelum kelulusan. Kami saling berinteraksi melalui media sosial. Kami saling sharing. Menceritakan banyak hal yang bahkan terkadang tanpa sengaja kita temui. Jujur, beberapa hari saja dekat dengannya. Aku merasa nyaman. Karena dulu, aku sempat tertarik dengannya. Namun, aku mengerti. Apalah arti aku dikehidupannya yang mewah, terkenal, dan banyak digandrungi wanita cantik.

Aku hanya adik kelas biasa, yang mengagumi abang kelas dari jauh. Sampai akhirnya, mimpi menjadi nyata. Awal tak percaya saat ku lihat pesan singkat masuk di akun WA milikku. Ya, sang malam yang selalu ku rindukan.

Terus menerus chating. Sampai akhirnya kami membicarakan hal yang serius. Laki-laki itu menginginkanku untuk menjadi kekasihnya. Hati dan logikaku tak dapat bersatu. Hatiku berkata 'ya' sementara otakku berkata 'tidak'.

Alasanku jelas. Sebentar lagi ia akan lulus SMA. Dan ia akan berjuang test untuk dapat melanjutkan studi di Singapore. Dan apabila ia lulus, kami akan menjalanin hubungan jarak jauh. Ku maklumi jika kami hanya berbeda kota atau pulau. Masalahnya adalah kami berbeda negara. Bagaimana aku bisa bertahan? Ralat. Bagaimana kami bisa bertahan? Aku tau bagaimana latar belakang Mario -nama laki-laki itu-. Dia adalah laki-laki tampan yang banyak diidam-idamkan wanita. Hatiku menyimpan ketakutan jika suatu saat hubungan kami hancur karena orang ketiga.

Aku menghela nafas panjang. Jika ku ingat saat itu, ingin sekali ku ulang dan berkata ‘iya’. Karena hingga detik ini, ada hal yang mengganjal setiap kali ku teringat tentang itu. Ya, hatiku memberontak pertanda ku menyesal. Entahlah…

***

“Nggak mau meninggalkan tanda tangan di bajuku?” Ujar Mario menepuk pundakku.

Dengan ragu, ku tuliskan tanda tanganku di baju putih abu-abu miliknya. Lengkap dengan nama panjangku. Aku tersenyum menatap wajahnya dengan sangat dekat. Senang dan sedih. Ada sesak saat aku tau hari ini adalah hari terakhir aku melihat senyumnya dan mata indahnya. Entah kami akan bertemu lagi atau tidak sama sekali. Entah kami akan saling ingat atau tidak. Entah kami akan saling merindu atau tidak.

“Kita jalanin semua seperti ini ya, Cha. Jika kamu mampu, kamu tunggu aku. Jika tidak, lupakan semua.”

Aku terdiam. Mataku berkaca dan ku tahan dengan senyuman getir. Jika aku mampu. Apa kau akan ingat dengan janjimu? Apa kau akan menoleh kepadaku di saat kita bertemu? Apa kau akan sehangat sekarang jika kita kembali dipertemukan?

***

Mario. Hingga detik ini aku masih mampu menunggumu. Entah sampai kapan. Namun, ada hal yang mengganjal di tengah penantianku. Ada banyak pertanyaan yang ingin ku sampaikan kepadamu. Jika aku mampu menantimu sampai saat kau kembali. Akankah kau ingat akan janji dulu? Ini pertanyaan yang inginku tanyakan padamu, Rio.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar